Pernah merasakan bagaimana memiliki pikiran yang menghantuimu untuk melakukan sesuatu, lalu sedetik kemudian langsung kaulakukan tanpa berpikir terlebih dahulu? Orang menyebutnya sebagai perlakuan impulsif. Baik atau buruk, saya sangat puas ketika melakukannya, tetapi ternyata lebih banyak rasa penyesalan yang muncul setelahnya.
Saya tidak memiliki keberanian untuk menceritakan hal itu kepada siapa pun. Bukan karena memiliki isu kepercayaan, melainkan justru saya bingung harus mulai dari mana. Semuanya menumpuk dan tidak tertata.
Mungkin ini akan menjadi tulisan yang menyedihkan. Mungkin juga orang-orang akan berpikir bahwa saya adalah manusia yang lemah setelah mereka membaca ini. Namun, siapa sangka ternyata saya bisa begitu terbuka melalui tulisan?
Tahun 2021 saya nobatkan menjadi tahun yang paling aneh selama saya hidup. Satu per satu runtuh, tidak lagi utuh seperti dulu. Awalnya saya kira satu hal yang menimpa saya tidak akan turut menimpa hal lainnya juga. Banyak yang pergi, tetapi ironisnya tidak banyak pula yang datang. Pepatah mati satu tumbuh seribu tidak berlaku dalam hidup saya. Di satu sisi, banyak yang harus saya lakukan. Namun, sayangnya, saya tidak memiliki energi untuk menjalani itu semua. Dilema antara istirahat atau melanjutkan hidup, tetapi menjadi orang gila.
Berbagai cara saya lakukan demi keluar dari situasi yang sedang saya alami, termasuk mengulang kembali membaca buku Filosofi Teras dan Meditations dengan harapan saya mampu menerapkan stoikisme. Kenyataannya malah terbalik. Saya menyadari bahwa membaca buku-buku Zen pada situasi seperti ini hanya membuat saya makin bertanya-tanya kepada diri sendiri. Sebabnya, semua teori dan konsep itu tidak masuk di akal. Sama halnya ketika ada orang yang jatuh cinta, ia tidak akan mendengarkan orang lain berkata apa karena perasaannya jauh lebih kuat dibandingkan opini “sok tahu” dari seseorang. Pada akhirnya, saya tidak lagi memaksakan diri untuk segera baik-baik saja, hanya membiarkan perasaan ini bermukim selama mungkin.
Tidur, menangis, melukai diri sendiri. Tiga hal itu kerap saya lakukan sejak awal. Pikiran yang berisik serta perlakuan impulsif yang saya miliki juga mengganggu aktivitas hingga akhirnya saya memutuskan untuk istirahat dari segala hal. Percuma saja berusaha mendistraksi diri sendiri jika lima menit kemudian perasaan dan pikiran itu muncul kembali. Orang-orang di sekitar saya berusaha membantu, tetapi lagi-lagi percuma saja.
Saat itu saya tidak yakin bahwa ada yang mampu menolong, kecuali diri saya sendiri. Mereka juga mengira saya tidak berusaha sama sekali untuk keluar dari situasi ini. Tentu saja, dalam beberapa hal yang saya lakukan, orang lain tidak akan memperhatikan.
Meski terdengar sepele, pastinya ada hari ketika saya berhasil keluar rumah walaupun sekadar menyetir mobil dan bernyanyi di tengah kemacetan. Bagi saya, itu adalah sebuah pencapaian biarpun setelahnya saya kembali awur-awuran. Tidak apa. Saya percaya bahwa suatu progres sifatnya tidak pernah linier.
Berada pada situasi ini membuat saya sadar bahwa yang perlu saya lakukan ialah istirahat selamanya—bukan mati. Istilah tersebut saya tujukan untuk diri saya sendiri bahwa tidak apa-apa jika saya butuh istirahat berapa pun lamanya. Meski jiwa ini terasa sudah menghilang, nyatanya badan ini masih terus bernapas. Oleh karena itu, jangan pernah merasa bersalah karena sudah mengambil keputusan untuk istirahat. Pada akhirnya, semua akan baik-baik saja.
Belanja di App banyak untungnya:
Pengerjaan proyek menggunakan akses tali, cukup membawa seperangkat alat kerja tanpa membangun sebuah struktur atau sejenisnya. Sehingga waktu pengerjaan dapat optimal dan maksimal
Kirim masukan terkait...
Pusat Bantuan Penelusuran
Nomor HP anda sedang dalam proses, apakah ingin tetap melanjutkan ?
0%0% found this document useful, Mark this document as useful
0%0% found this document not useful, Mark this document as not useful
© 2024 ELJINDO KONSTRUKSI ABADI.